Laman

Senin, 26 November 2012

perkebunan


PEMBAHASAN

A.    PERKEBUNAN.
1.      Pengertian perkebunan.
Kebun dalam pengertian di Indonesia adalah sebidang lahan, biasanya di tempat terbuka, yang mendapat perlakuan tertentu oleh manusia, khususnya sebagai tempat tumbuh tanaman.
Pengertian kebun bersifat umum karena lahan yang ditumbuhi tumbuhan secara liar juga dapat disebut kebun, asalkan berada di wilayah permukiman. Dalam keadaan demikian, kebun dibedakan dari hutan dilihat dari jenis dan kepadatan tumbuhannya. Kata kebun juga dipakai untuk menyebut pekarangan dan taman. Kebun dapat merupakan suatu pekarangan, namun tidak selalu demikian. Keseluruhan atau sebagian kebun dapat ditata menjadi taman.
Perkebunan adalah : Sistem pertanian dengan orientasi skala besar yang tentunya untuk di perdagangkan dari hasil suatu komoditi hasil pertanian, Biasanya perkebunan banyak untuk orientasi tanaman keras atau tanaman masa hidup jangka panjang yang di budi daya kan dan menggunakan pola menejemn yang baik.
Sebagai contoh: perkebunan karet, perkebunan sawit, perkebunan tebu, perkebunan teh, perkebunan kurma dan lain sebagainya.
2.      Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan perkebunan.
QS, Al-An’am : 141.
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya : Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnaya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. ( QS.Al-An’am : 141 )
Dengan ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Dialah yang menciptakan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung tanamannya. Dialah yang menciptakan pohon kurma dan pohon-pohon lain yang berbagai macam buahnya dan beraneka ragam bentuk warna dan rasanya.
3.Dasar Hukum Zakat Perkebunan.
Ayat ini juga menjadi dasar hukum zakat dalam perkebunan. Kebanyakan ulama salaf berpendapat bahwa yang dimaksud “haknya” dalam ayat ini adalah zakat yang diwajibkan, yaitu sebesar 10% atau 5%. Ulama shahabat, tabi’in, dan pemuka madzhab yang berpendapat demikian antara lain : Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Jabir bin Zaid, al-Hasan, Said bin al-Musayyab, Muhammad bin Hanafiyah, Thawus, Qatadah, Adh-Dhahaq, Abu Ja’far al-Thabari, al-Qurthubi, Ibnu Wahb, Ibn al-Qasim, Malik, Abu Hanifah dan ulama pendukung madzhabnya serta sebagian ulama Syafi’iyah. Sementara itu ada ulama lain yang berpendapat bahwa perintah ayat ini terjadi sebelum turun ayat zakat, kemudian dimansuh oleh ayat zakat dan ketentuan mengeluarkan 10% atau 5%.[1]Namun apabila dicermati, maka kedua pendapat tersebut secara prinsip tidak bertentangan, karena pendapat pertama yang dianggap telah dimansuh oleh ayat zakat dan ketentuan 10% atau 5% itu mengemukakan bahwa yang dimaksud “haknya” adalah 10% atau 5% harta yang wajib dikeluarkan, yakni harta zakat.


[1] Yusuf Qardlawie, Fiqh al-Zakat, III : hlm 344-345.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar